Tingkatan Agama

Tingkatan Agama

Basmalah

Tingkatan Agama

Agama Islam mempunyai tiga tingkatan:

  1. Islam
  2. Iman
  3. Ihsan

Tiga tingkatan tersebut bedasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab (HR. Muslim No. 8):

بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَتِهَا قَالَ أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ قَالَ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِي يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ

Dahulu kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya, hingga dia mendatangi Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasalam lalu menyandarkan lututnya pada lutut Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasalam, kemudian ia berkata, ‘Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam? ’ Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasalam menjawab: “Kesaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadlan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu bepergian kepadanya.’ Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Umar berkata, ‘Maka kami kaget terhadapnya karena dia menanyakannya dan membenarkannya.’ Dia bertanya lagi, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu? ’ Beliau menjawab: ”Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.“ Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Dia bertanya, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu? ’ Beliau menjawab: ”Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.“ Dia bertanya lagi, ‘Kapankah hari akhir itu? ’ Beliau menjawab: ”Tidaklah orang yang ditanya itu lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.“ Dia bertanya, ‘Lalu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? ’ Beliau menjawab: ”Apabila seorang budak melahirkan (anak) tuan-Nya, dan kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun bermegah-megahan dalam membangun bangunan.“ Kemudian dia bertolak pergi. Maka aku tetap saja heran kemudian beliau berkata; ”Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?“ Aku menjawab, ”Allah dan Rasul-Nya lebih tahu"“. Beliau bersabda: ”Itulah jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang pengetahuan agama kalian".

Masing-masing tingkatan berada di atas tingkatan yang lainnya. Tingkatan pertama adalah Islam, kemudian Iman, lalu tingkat yang paling tinggi adalah Ihsan. Islam mempunyai cakupan yang paling luas di antara tingkatan lainnya jika ditinjau dari sisi orang yang berada ditingkatannya, sedangkan Iman cakupannya lebih sempit jika dibandingkan dengan Islam, dan yang paling sempit cakupannya adalah ihsan [1]. Dengan kata lain bahwa setiap muhsin (orang yang mencapai tingkatan ihsan) adalah mukmin (orang yang berada di tingkatan iman) dan muslim, tidak setiap muslim dan mukmin mencapai tingkatan ihsan. Demikian pula setiap mukmin adalah muslim, tetapi tidak setiap muslim merupakan mukmin.

Jika tinjauan cakupan islam, iman, dan ihsan berdasarkan substansinya; maka Islam lebih sempit dari Iman, dan Iman lebih sempit dari Ihsan[2]. Sehingga secara substansi ihsan mencakup iman dan islam, iman mencakup islam saja, islam tidak mencakup iman dan ihsan.

Perbedaan definisi tersebut hanya terjadi jika kata tersebut tersebut terkumpul dalam satu kalimat. Akan tetapi, jika kata iman dan islam tidak disebutkan dalam kalimat yang sama, maka definisi islam mencakup iman dan sebaliknya[2].

Apabila islam disebutkan secara bebas (dimutlakkan) secara bersendirian, maka definisi islam mencakup amal an lahirian dan amal batiniyah. Sedangkan jika Islam di gandengkan dengan Iman, maka Islam berarti amalan lahiriyah, sedangkan iman adalah amalan batiniyah yang hanya diketahui amalannya oleh Allah seperti rukun Iman yang enam[2].

Islam

Lingkup Islam sangat luas, bahkan kaum munafik termasuk dalam Islam apabila mereka tunduk kepada Islam, yaitu mereka memperlihatkan keislamannya, mengerjakan kewajiban-kewajibanya secara lahiriyah. Apabila kaum munafik shalat bersama umat muslim lainnya, menunaikan zakat, mengerjakan amal-amal lahiriyah, maka mereka disebut sebagai muslim. Konsekuensi yang harus mereka tanggung adalah berlakunya hukum-hukum Islam di dunia, yaitu mereka menerima konsekuensi kebaikan yang dia lakukan seperti umat muslim menerimanya dan juga menanggung akibat dari keburukan yang mereka lakukan seperti yang umat muslim lainnya. Akan tetapi di akherat mereka berada di kerak neraka yang paling dalam, karena mereka tidak beriman dan hanya berislam secara lahiriyah saja [1]

Iman

Orang yang berada pada derajat iman disebut mukmin. Menurut Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan [1] orang-orang mukmin ada tiga tingkatan:

  1. Al-Muqarrabun (المقربون), yaitu kedudukan yang paling tinggi
  2. Al-Abrar (الأبرار), yaitu kedudukan di bawah al-muqarrabun
  3. Mukimin yang Fasiq, yaitu kedudukan paling rendah

Kaum mukmin berbeda-beda kedudukannya, sebagian dari mereka adalah al-muqarrabun (المقربون), al-abrar (الأبرار). Al-Muqarrabun adalah orang-orang yang berada di tingkatan paling atas, sedangkan al-abrar berada dibawah al-muqarrabun. Kedudukan lainnya dalam tingkatan iman diisi oleh orang-orang yang menzhalimi dirinya sendiri, yaitu orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar yang dosa-dosa tersebut masih berada di bawah dosa syirik, orang-orang inilah yang disebut sebagai mukmin yang fasiq, atau mukmin yang kurang imannya [1], seperti firman Allah ta’alaa:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Fathir:32)

Ihsan

Ihsan adalah seorang hamba yang memperbaiki hubungannya dengan Allah dengan memperbagus ibadahnya kepada Allah ’azza wa jalla [1], seperti sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang ihsan:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Makna dari kutipan hadits di atas adalah menjadikan ilmu yakin (yaitu tidak ada keraguan sedikitpun, -red) berada di dalam hatimu bahwasanya Allah melihatmu di mana pun kamu berada[1].


  1. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Jami’ Syuruh Ats-Tsalatsatul Ushul, Dar ibnu Jauzi, Kairo. (hal. 311 – 277)  ↩
  2. Shalih bin Sa’ad Al-Suhaimi, transkrip dars tsalatsatul Ushul  ↩